Al-Hafizh al-Haitsami dalam Majma’ az-Zawaid (IV/475) ia berkata:

رَوَاهُ أبُوْ يَعْلَى وَالطَّبَرَانِي فِي الأوْسَطِ وَفِيْهِ خَالِدٌ بنُ إسْمَاعِيْلَ المَخْزُومِي وَهُوَ مَتْرُوْكٌ
Diriwayatkan oleh Abu Ya’la dan ath-Thabarani dalam al-Ausath dan didalam sanadnya terdapat Khalid bin Ismail al-Makhzumi dan dia matruk”.
Sementara al-Hafizh Ibnu Hajar dalam al-Mathalib (II/36) berkata, bahawa Khalid bin Ismail al-Makhzumi adalah dicurigai berdusta.

Al-Munawi dalam Faidh al-Qadir (III/183) berkata:

قَالَ ابْنُ حِبَّانٍ : لاَ يَجُوْزُ الاِحْتِجَاجُ بِهِ بِحَالٍ
Ibnu Hibban berkata: “(Khalid) tidak dapat dibuat hujah dalam keadaan apapun”.

Al-Hafizh al-Bushiri dalam Ittihaf menulis (IV/9):

صَالِحٌ مَوْلَى التَّوْأَمَةِ مَجْرُوحٌ قَالَ ابْنُ عَدِيٍّ : وَخَالِدُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ يَضَعُ الْحَدِيثَ
Shalih bekas budak Tauamah adalah dicela. Ibnu Adi berkata: “Khalid bin Ismail memalsukan hadits”.
Dengan demikian hadits tentang nikah usia muda adalah sangat lemah disebabkan perawi Khalid bin Ismail. Dan hadits ini tidak dapat dikatakan palsu sebagaimana penilaian al-Albani dengan bukti hadits ini diriwayatkan oleh al-Ali bin Hisamuddin Muttaqi al-Hindi dalam Kanz al-Ummal (nombor hadits: 44441), al-Hafizh al-Bushiri dalam Ittihaf al-Khairah (nombor hadits: 3074), al-Hafizh Ibnu Hajar dalam al-Mathalib al-Aliyyah (nombor hadits: 1684), Imam Ibnu Hajar al-Haitami dalam al-Ifshah fi Ahadits an-Nikah (hadits nombor: 18), as-Suyuthi dalam al-Jami’ ash-Shaghir(hadits nombor: 2954) yang menjanjikan tidak akan memasukkan hadits palsu dalam mukkadimah al-Jami’ ash-Shaghir, dan lain-lain. Dan juga, meriwayatkan hadits palsu dengan tanpa menjelaskan derajat kepalsuannya adalah haram dan terlarang.
Adapun dari sisi menggunakan hadits ini sebagai dalil, maka sebenarnya hadits dengan lafazh seperti diatas memang tidak shahih, tetapi kandungan maknanya shahih.
Dalam al-Fatawa asy-Syabakah fatwa nombor 71789 ketika menjelaskan status kedudukan hadits di atas menyebutkan:

إِذَنْ فَهُوَ حَدِيْثٌ لاَ يَصِحُّ بِذَلِكَ اللَّفْظِ
Dengan demikian, hadits itu adalah hadits yang tidak shahih dengan lafazh seperti itu”.

Ucapan ini mengisyarahkan hanya sisi matan haditsnya saja yang lemah.

Kemudian yang manshahihkan MAKNA hadits nikah usia  di atas adalah hadits dan atsar sebagai berikut:

Hadits Pertama:

Ad-Dailami (I/309) meriwayatkan hadits semakna dengan redaksi matan hadits dari shahabat Abu Hurairah sebagai berikut:
إِذَا تَزَوَّجَ أَحَدُكُمْ عَجَّ شَيْطَانُهُ يَقُوْلُ يَا وَيْلَه عَصَمَ ابنُ آدَمَ مِنِّى ثُلُثَيْ دِيْنِهِ
“Jika salah satu dari kalian menikah, maka syaitannya berkata: “Aduh, celakanya diriku! Anak Adam telah menjaga duapertiga agamanya dariku”.

Hadits Kedua:

مَنْ تَزَوَّجَ فَقَدِ اسْتَكْمَلَ نِصْفَ الإِيمَانِ فَلْيَتَّقِ الله في النِّصْفِ الْبَاقِي
“Barang siapa yang menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh dari imannya, maka bertaqwalah kepada Allah dalam separuh yang kedua” (HR. Thabarani

Comments